“Sebuah pengalaman selalu bermula dari sesuatu yang disebut dengan `pertama kalinya`, meskipun hal yang pertama kali tidak selalu hasilnya sempurna" - Onti
Masuk setahun pertama sebagai foreigner di Jepang. Saya (sebut saja Onti) mencoba menulis cerita satu tahun pertama ini seingatnya, pelan-pelan. Tulisan ini adalah tulisan pertama Onti, tulisan seadanya yang akhirnya terbit di sini. Intinya ingin bisa dibaca, bisa dikenang, dan berharap bisa bermanfaat buat pembacanya.
Ada berbagai macam alasan seseorang memutuskan tinggal di Jepang. Ada yang sekolah, kerja, bisnis, menikah dengan orang Jepang, atau menemani suami/istrinya selama di Jepang. Onti termasuk yang menemani suami (sebut saja Jeta) selama kerja di Jepang. Menggunakan visa dependen untuk waktu yang belum bisa kami prediksi sampai kapan.
Cerita proses kedatangan Onti ke Jepang di masa pandemi covid19, sebenarnya pernah diceritain di Youtube (bukan video youtube yang professional pastinya ya hahaha). Sekedar untuk referensi dan dokumentasi bahwa bumi kita ini pernah ya dilanda pandemi bernama covid19 yang akhirnya ada sistem buka tutup kedatangan foreigner dari suatu negara ke negara lainnya. Boleh banget cek di sini → (Jepang Buka Border).
Pertama datang ke Jepang, kami pilih prefektur Chiba jadi tempat tinggal pertama kali. Chiba adalah prefektur terpadat keenam di Jepang. Masih wilayah Kanto, di area timur Tokyo, dekat laut, dan akses bandaranya lebih dekat ke Narita Airport. Buat kami foreigner yang pertama kali datang ke Jepang, Chiba cukup cocok dan cukup nyaman jadi tempat tinggal.
Di bulan pertama ini, Onti masih harus karantina di apato karena baru datang dari luar negeri. Sehari-harinya hanya belajar masak dan nonton video resep. Sesekali iseng mendokumentasikan proses masaknya yang amat sangat amatir. Membuat masakan yang enak saja udah cukup susah bagi Onti yang pemula ini (maklum ibu rumah tangga baru). Di situasi masak kayak gitu, kalau ditambah harus megang hp dan videoin prosesnya, saat itu rasanya udah keburu ribet duluan dan berantakan. Belum lagi hasil masakannya yang juga hmm... tidak heran hahaha...dari yang rasanya bikin senyum-senyum senang sampai yang rasanya bikin kapok lidah.
Menu masakan pertama kali yang menurut Onti berhasil waktu itu adalah "nasi salmon mentai". Cukup mudah karena bahan mentahnya (kayak salmon, keju, chili oil) relatif udah enak tanpa dibumbuin. Cuma butuh di susun dan di bakar. Ada lagi menu masakan yang paling bikin kapok, namanya "sup salada" hahaha. Dari namanya aja udah bikin deg-degan, salada tapi di sup. Beneran cuma salada aja isinya terus ditambah bawang-bawangan dan air. Respon Jeta pertama kali nyobain itu pulang kerja, besok paginya langsung berpesan "saladanya gak usah di sup lagi gak apa-apa kok, dimakan mentah aja aku doyan". Pesan yang amat sangat sopan santun, padahal maksudnya mah "gak doyan" gitu ya hahaha. Ya begitulah...bulan pertama Onti di Jepang sebagai ibu rumah tangga baru, banyak dedikasikan waktunya ngulik dapur demi bisa masak dan makan enak.
Bulan Kehamilan pertama & Arubaito/Part Time sambil mulai kursus bahasa Jepang (Januari – April 2022).
Kehamilan ini bisa dibilang berasa Allah kasih cepat. Karena kami baru hidup satu rumah alias gak LDM lagi selama 3 bulan. Tapi kalau dihitung dari awal menikah, artinya kami dikaruniai kehamilan pertama ini setelah hampir setahun menikah. Tidak ada ekspektasi ataupun rencana mendetail saat itu, kami percaya rencana Allah buat semua hambanya adalah selalu yang paling tepat dan terbaik. Kehamilan pertama ini juga bareng sama Onti pertama kali dapat tawaran arubaito/partime kerja di Chiba. Rasanya gimana pertama kali dapet tawaran ini? Senang dong. Apakah tawaran partime-nya enak? Enak. Karena jarak deket dari rumah, mendukung fasilitas tempat sholat yang memadai dan boleh berkerudung. Onti juga sambil mengikuti kursus online bahasa Jepang dari lembaga kursus di Indonesia. Memang persiapan awal pindah ke Jepang ini rasanya seperti anak baru lahir, yang memulai kehidupan dari nol bahkan dari mengenal huruf hiragana & katakana demi bisa belajar "berbicara".
Serba serbi pindahan rumah & rumah sakit (April - Agustus 2022).
Perasaan baru datang ke Jepang, udah pindah apato aja ya hahaha. Ini sih Jeta yang harusnya ceritain lebih banyak (*colek Jeta). Intinya alasan harus pindah rumah karena pertimbangan efisiensi waktu dan finansial. Jeta kerja di Tokyo yang membutuhkan waktu kurang lebih 2 Jam (pulang pergi jadi 4 jam) setiap hari. Tawaran shataku (rumah subsidi perusahaan) yang jauh lebih murah sekitar 5x lipat juga jadi pertimbangan sendiri. Walaupun lagi dan lagi, area Chiba udah cukup nyaman bagi kami. Tapi akhirnya, wish the best, kesimpulannya pindah juga hehe.
Balik lagi ke cerita pindahan rumah. Jeta memutuskan pindahan rumah kali ini secara mandiri (tanpa pake jasa pindahan / hikkoushi sabisu). Kenapa? tidak apa-apa, hanya kami merasa masih bisa di handle sendiri dan kebetulan dibantu nyewa mobil barang ke kenalan kami di sini. Semua isi rumah kita packing sendiri, pakai kardus sendiri, dan dibantu angkat oleh tetangga Indonesia kami (makasih banyak kakak kakak). Sisa barang yang gak diangkut pakai mobil barang, kami bawa sendiri pakai sewa mobil di Times Car Share (tempat sewa mobil).
Biaya sewa truk barang di kenalan kami waktu itu adalah 45.000 Yen (sewa mobil & bensin/tol + disupirin). Harga ini gak termasuk angkut barangnya. Jadi barang-barang harus udah rapi dan diangkut sendiri dari truk ke dalam rumah dan dari rumah ke dalam truk. Nah kalau apartment/mansion nya lantai 3,4,5 ke atas kan jadi lumayan capek yaa, jadi ini pertimbangan juga buat milih apartment/mansion jangan lantai lebih dari 3 kalau gak ada lift. Kebetulan mansion shataku kami ini lantai 2. Walaupun Mmasih capek sih, lumayan berat ngangkat mesin cuci, kulkas, lemari, kasur, kardus, dsb bolak-balik tangga hehe. Kalau sekiranya gak sanggup banget, mungkin kita akan pilih pake jasa pindahan walaupun harganya lebih mahal mungkin sekitar 77.000 Yen atau lebih untuk seukuran barang-barang kami (soalnya beda-beda harga tergantung banyaknya jarak, barang & lantai rumah). Kami juga dibantu kawan-kawan Jeta untuk angkut barang dari truk barang ke dalam rumah (again, makasih kakak-kakak).
Setelah proses angkut barang pakai truk ini selesai, di hari terakhir tinggal di Chiba, Jeta sewa mobil di Times Car Share buat bawa sisa barang yang belum keangkut. Sekalian ngangkut aku juga (iya aku seperti barang yang perlu diangkut). Sewa Times Car Share 18 jam (10 pagi - 3 pagi) dengan perjalanan pulang pergi Chiba - Kanagawa, harganya sekitar 10.000 Yen. Kebetulan hari itu masih bulan Ramadhan, dan di masjid Chiba ada acara buka bersama (BUKBER). Akhirnya dari jam 10 pagi kita beberes sisa-sisa barang di Chiba. Faktanya, proses beres-beres rumah terakhir (finishing) yang dikira sepele tinggal sisa-sisa doang ternyata justru adalah bagian paling capek karena berasa kayak gak udah udah hahaha. Seputar nyabutin tempelan-tempelan di tembok, nyuci kamar mandi, ngepel, make sure semua bersih dan gak ada yang ketinggalan. Soalnya setiap kerusakan/kecacatan/kotor rumah yang ditinggal ada dendanya. Kalau di total-total, biaya denda beberapa bagian yang rusak + biaya bersih-bersih + biaya denda (karena belum 2 tahun sewa), kami kena biaya di sekitar 100.000 Yen lebih atau sekitar 10 jutaan rupiah.
Abis proses beberes selesai, kami mampir ke salah satu supermarket untuk beli buah dan beberapa makanan. Barang-barang muslim friendly yang Jeta dan Onti beli biasanya kami lihat status halalnya di aplikasi atau kami baca ingredients terlebih dahulu.
Sorenya kita dateng ke Masjid untuk buka bersama dan lanjut tarawih. Kalau diingat-ingat, saat itu rasanya pengen berusaha nikmatin banget masa-masa ramadhan di salah satu masjid di Chiba, sebelum akhirnya kami benar-benar meninggalkan Chiba untuk pindah tempat tinggal. Buka Bersama dan shalat tarawih terakhir kalinya di sana rasanya nikmat banget. Sebuah momen langka yang bersyukur bisa kami nikmatin di tahun pertama Onti di Jepang. Malam harinya (sekitar jam 10an malam), di perjalanan pergi meninggalkan Chiba, Jeta sebenernya cukup ngantuk dan capek banget. Sambil Jeta nyetir, Onti di sebelah juga ngantuk banget tapi pengen nemenin ngobrol. Akhirnya kami nyemil-nyemil. Situasi saat itu, di belakang mobil penuh sama sisa barang pindahan (futon, hanger baju seabrek-abrek, rak piring, pengki, tiang-tiang jemuran, sampe segala vacuum cleaner yang gede juga masuk), padahal mobil yang disewa itu mobil kecil yang cuma muat maksimal banget 5 orang, itupun udah mepet-mepetan. Mungkin cuma itu usaha maksimal yang bisa kita lakukan di pindahan kami pertama kali ini. Tapi sama Jeta, rasanya tenang dan senang aja. Walaupun situasi isi mobilnya udah bikin pening. Udah di titik capek, mual-mual hamil muda, perasaan emosional pindahan, dan bersyukur banget bisa selesai beberes semua tepat waktu di hari terakhir. Sekali lagi, bye bye Chiba. Again...Chiba will be missed.
Jeta resign kerja & proses persalinan pertama kali di Jepang (Agustus – Oktober 2022)
Bukan Jeta orangnya kalau belum tiba-tiba ngasih bahan diskusi yang bikin kaget. Kami baru pindah rumah (bahkan baru rapi beresin isi rumah setelah 3 bulan menetap di shataku/rumah subsidi perusahaan) ditambah lagi hamil. Tiba-tiba Jeta ngajak diskusi soal keinginannya mau resign dari perusahaan. Sebenernya lagi-lagi ini harusnya Jeta juga yang certain alasannya untuk berani resign dari perusahaannya. Mungkin gak setiba-tiba itu sih, ada alesan-alesan yang udah menumpuk dari lama (kabarnya ditulis alesan-alesannya di sticky note terus ditempel di meja kantor haha). Ceritanya bulan Juni mulai cari loker & nyoba-nyoba wawancara kerja, Juli nyerahin surat pengunduran diri, Agustus resign. Karena resign artinya keluar dari perusahaan, otomatis proses ini akan bareng sama proses nyari rumah sakit persalinan baru & nyari tempat tinggal baru lagi. Wish us the best. Sebenarnya mengalami pindahan rumah kayak gini jadi bikin ingat, kalau dunia hanya sementara. Senyaman-nyamannya hidup di dunia, masih ada kehidupan akhirat yang menanti.
==Rumah Sakit buat persalinan mas Bayi==
Memilih rumah sakit yang mau menerima permintaan khusus sebagai foreigner muslim lumayan challenging. Pertama-tama harus siapin hati dulu, pikiran, tenaga, dan juga uang. Soal permintaan khusus itu tergantung masing-masing kebutuhan orang. Buat foreigner muslim, paling enggak seputar “apakah ada dokter ceweknya, kalau ada boleh minta lahiran dan periksa sama dokter cewek gak”, “boleh pake kerudung waktu lahiran gak”, “boleh request makanan halal/muslim friendly/allergen gak untuk rawat inap nya”, “support ASI gak”, “disediain susu formula halal gak, kalau gak tersedia apa boleh bawa susu formula sendiri”, “boleh ditemenin suami gak waktu lahiran (karena gabisa Bahasa Jepang)”, “boleh minta waktu untuk adzan dan iqomah di telinga baby gak”, “selama pemeriksaan/kelas orientasi ada dokter yang berbahasa inggris gak, kalau gak ada terus tersedia social worker/jasa translator gak”, “jarak rumah ke rumah sakit maksimal boleh berapa menit” (karena ada beberapa rumah sakit yang hanya mau menerima pasien dengan jarak tempuh gak lebih dari 30menit). Selebihnya sama seperti pertimbangan dasar lain kayak budget harga, fasilitas darurat kalau harus operasi sesar, NICU, fasilitas kamar rawat inap, dll. Semua informasi ini sebagian besar bisa langsung ditanya via telepon (liat di website rumah sakitnya). Setelah dapet rumah sakit/klinik yang cocok, langsung minta surat rujukan pindah dari rumah sakit sebelumnya (Shoukaijo), terus dateng deh reservasi ke rumah sakit baru nya.
Tahun 2022, biaya rumah sakit/klinik bersalin di Jepang rata-rata sekitar 580.000 - 1.000.000 Yen. Setiap kelahiran warga yang tinggal di Jepang, ada subsidi kelahiran, yaitu 420.000 Yen. Sebenernya kalau bisa dapet harga persalinan yang minimal 580ribu yen atau kurang dari itu, bayar mandirinya sekitar 160.000 yen atau bahkan 0 yen kalau bisa dapet klinik/RS yang harga dibawah 420.000 yen atau punya asuransi tambahan yang meng-cover proses biaya bersalin. Sebaliknya, kalau dapet harga persalinan sekitar 750.000 Yen atau lebih, harus bayar mandiri tambahan sekitar 330.000 yen atau lebih. Semua balik lagi ke kebutuhan masing-masing orang.
Kalau buat mas bayi dan kehamilan pertama di sini sebagai foreigner muslim, kami sadar banget kebutuhan dan permintaan kami banyak. Untuk dapet harga yang di bawah 420.000 yen itu agak susah. Dapet rumah sakit/klinik yang mau nerima permintaan-permintaan khusus aja udah alhamdulillah. Kenapa gak langsung pilih rumah sakit/klinik yang high budget ? pasti kan fasilitasnya juga lebih bagus. Iya bener. Tapi perlu cek budget sendiri juga, karena kebutuhan setelah lahiran mungkin jauh lebih banyak (biaya perawatan dan perlengkapan anak). Lagi-lagi sebagai foreigner paling engga harus tetep sedia biaya darurat untuk lain-lain yang tak terduga. Jadi, kalau bisa dapet harga yang sesuai budget tapi juga bisa memenuhi request-request kita, itu lebih bagus haha. Makanya proses ini cukup challenging. Semangat.
Saat itu akhirnya Jeta dan Onti memilih untuk ke salah satu klinik bersalin, sebut saja klinik S. Alesannya karena ada dokter cewek, bisa request alergen makanan, boleh ditemenin suami waktu lahiran (saat itu situasi covid masih ada tapi lagi agak mereda), gak full Bahasa Jepang gak masalah, dan sesuai budget. Untuk yang lain-lain ya standar saja. Sebenarnya ada rekomendasi klinik lain yang bagus juga, sebut saja klinik A. Budgetnya lebih mahal hahaha (konon katanya klinik yang itu pernah dipake sama keluarga kerajaan). Tapi karena bulan-bulan ini persalinannya bareng sama pindahan rumah & pindahan kerja, jadi pilih yang budget kami mencakupi dulu.
==Memburu apato/mansion/rumah buat pindahan dari shataku (rumah subsidi perusahaan)==
Berbeda dari pertama kali Jeta pindahan rumah ke Chiba yang semuanya dia urus sendiri, buat pindahan rumah kali ini Jeta lebih nyerahin pilihan-pilihan mansion/rumah/apato nya ke Onti. Nyari hunian ini gampang-gampang susah. Sebenernya gampang karena udah tersedia website kayak apamanshop, suumo, dll buat nyari referensi rumahnya. Tersedia juga agen real estate yang bisa bantu nyariin referensi rumahnya, ngurusin dokumen, nganter survey ke huniannya, sampai akhirnya terima kunci. Paling butuh kecerdikan aja memilih hunian dan real estate company nya Heuheu. Harga hunian sewa apato/mansion/rumah di sini menurut kami mahal dan banyak biaya ini itu tapi tergantung area prefektur, fasilitas, luas, dll. Tapi, kalau dipikir-pikir dan boleh curhat sedikit, biaya hidup di Jepang emang mahal semua perasaan huhuhu hahaha.
Lanjut ya soal hunian. Contoh, di prefektur yang sama, kita bisa dapet luas rumah yang sama tapi harganya beda. Misalkan untuk tipe 3LDK (3 kamar, 1 living room, 1 dining kitchen). Si A bisa dapet harga sekitar 20.000 Yen aja karena tipe danchi sedangkan si B dapet harga sekitar 89.000 Yen karena bukan danchi. Contoh lainnya ,di prefektur A harga 89.000 Yen udah dapet 3LDK tapi di prefektur B harga 100.000an Yen baru dapet 1DK doang. Biasanya semakin deket pusat kota semakin mahal, semakin deket stasiun semakin mahal. Kalo luas nya tergantung kebutuhan masing-masing. Ada yang butuh 3LDK, ada yang cukup 2LDK tapi yg penting deket stasiun, atau ada yang cukup 1DK aja karena masih lajang yg penting deket kantor misalnya. Untuk sekedar informasi, di Jepang ada beberapa tipe hunian. Ada mansion, apato, danchi, dan rumah. Mansion dan apato sebenarnya mirip, bedanya kalau mansion itu gedungnya lebih dari 2 tingkat, sedangkan apato biasanya 2 tingkat aja. Danchi seperti rumah susun kalau di Indonesia. Ada danchi milik pemerintah dan ada juga yang milik swasta. Uniknya, danchi ini ada yang harganya murah banget karena dapat subsidi dari pemerintah. Untuk mendapatkannya kadang-kadang perlu syarat tertentu, misalnya harus berkeluarga minimal dua orang, harus tinggal atau kerja di kota tersebut, penghasilannya tidak lebih dari angka tertentu, dan lain-lain. Syarat itu tergantung masing-masing kebijakan dan bisa dilihat di website. Biasanya juga memakai sistem undian atau ada juga yang siapa cepat dia dapat.
Pertimbangan kami buat nyari hunian kali ini lebih ke prioritas dekat kantor supaya gak makan waktu di jalan (pengen lebih banyak abisin waktu di rumah haha), luasnya minimal 3LDK supaya nyaman buat anak (karena aku juga masih di rumah aja, akan lebih banyak di rumah), gak available untuk pet (karena Jeta takut anjing haha), maksimal ada di lantai 2, ada akses transportasi yang deket (deket stasiun atau minimal halte bis), mau yang city gas (bukan propane gas, padahal gatau sih perbedaan mencoloknya apa, cuma takut aja kalo liat tabung gede-gede, padahal insyaa Allah aman), dan deket sama supermarket/ conbini biar bisa rutin masak di rumah tanpa nyetok-nyetok banyak. Nah mencari kriteria ini tapi harganya bisa masuk ke budget kita itu yang lumayan bikin lama. Lagi-lagi, wish the best, akhirnya memilih satu hunian tipe mansion yang kita pikir ini sesuai budget. Alhamdulillahnya, kayaknya waktu kami masuk mansion ini, semua wallapaper, lantai, keran-keran cuci piring, shower, kamar mandi, sampe bidet pun diganti baru semua. Padahal waktu survey belom baru, belum ada bidetnya juga. Mungkin pas waktunya peremajaan atau entah gimana, pokoknya cukup melegakan hati kami karena merasa gak salah pilih setelah banyak dihadapkan dengan pilihan hunian lain yang lebih bagus-bagus.
==Ibu datang ke Jepang dan menunggu kelahiran mas Bayi==
Ibu akhirnya datang ke Jepang untuk menemani Onti lahiran di sini. Setelah pindahan semua selesai, Jeta juga mulai kerja di perusahaan barunya sebagai karyawan baru, dan Ibu berhasil masuk Jepang tanpa kendala yang berarti pakai visa humanitarian (visa khusus dengan alasan menemani anak melahirkan). Rumah sakit untuk melahirkan sudah fix, insyaa Allah akan jadi tempat lahiran Onti. Segala perlengkapan bayi sebagian di bawa Ibu dari Indonesia (baju, toiletries, kain-kain, minyak-minyak, sabun, korset pasca lahir, dll) dan sebagian lagi beli di Jepang (bak mandi, bantal, crib, dll). Gak banyak perlengkapan bayi yang dibeli sebelum lahir, barang-barang utama atau penting jadi prioritas kami. Kedatangan Ibu banyak membantu banget, terutama karena Jeta dan Onti jadi sering dimasakin haha.
Buat mas bayi yang sekarang (saat aku nulis ini) masih di dalam perut, we will meet you soon nak. Walaupun kita belum pernah ketemu, bahkan USG 3D aja belum pernah jadi memang kami sama sekali gatau wajah mas gimana, tapi rasa sayangnya udah berasa sampai ke hati. Rindunya udah menggebu-gebu. Love you… see you mas …
==Welcome to the world our beloved new member family==
I`m a mom now!!! Masyaa Allah tabarakallah. Sepersekian detik liat mas bayik lahir, dunia berasa gak sama lagi di mata kami. I prefer choose “mami” as my nickname haha. Dunia mami semakin lebih punya arti. Ini jadi momen terbesar dan terbaik sepanjang hidup mami di dunia. Di permulaan musim gugur, jam 3 dini pagi hari, mas bayik lahir dengan sehat dan selamat. Ditemani Jeta (and Jeta choose “ayah” as his nickname haha) mulai dari kontraksi, sampai kelahiran. Mami pernah setakut itu sama hamil dan melahirkan, tapi setelah mas bayik lahir, rasanya bersyukur dan semakin takjub sama kuasa Allah. Alhamdulillah mohon doanya ya semoga kami amanah jadi orangtua buat anak-anak kami kelak. aamiin.
==The end story of my first year in Japan==
Thank you for reading the story!! Wish you all the best!!
Oktober 2021 – Oktober 2022
إرسال تعليق